Jumat, 28 November 2008

Potensi Fatwa Haram Yoga oleh MUI

Dewan Fatwa Nasional (NFC) Malaysia telah mengeluarkan fatwa haram tentang Yoga, yang intinya melarang umat Islam Malaysia untuk mengikuti program "Yoga Sistematis". Kemudian MUI pun saat ini sedang menelaah apakah mereka hendak mengeluarkan fatwa serupa. MUI menyatakan sebelum keluar fatwa dari MUI mengenai Yoga, maka umat Islam Indonesia dihimbau untuk tidak mengikuti Yoga terlebih dahulu.

Bahkan anggota Komisi VIII DPR RI dari FPKS DH Al Yusni lebih jauh lagi berkata: “MUI tidak dapat mengabaikan fatwa (MUI Malaysia) itu. Ini bukan masalah ikut-ikutan atau tidak. Tapi ini masalah akidah," ujar Al Yusni di gedung DPR RI, Senin (24/11). Politisi PKS itu mengkritik sikap MUI yang hanya akan mempelajari Yoga bila ada laporan dari masyarakat. “Sikap MUI yang akan bertindak jika ada laporan masyarakat adalah kurang bijak. Seharusnya MUI proaktif. MUI kan benteng umat.”

Mengingat semakin menguatnya fundamentalisme agama dalam kehidupan Indonesia, maka pelarangan dan semangat mengharamkan Yoga tersebut harus bisa kita hadapi dengan keteguhan hati dan ketegasan dengan menolaknya mentah-mentah. Kita tidak bisa membiarkan budaya penyeragaman dan penindasan terhadap praktik-praktik spiritual minoritas menjadi hal yang biasa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita. 

Dalam hal ini, maka gerakan Yoga Merah Hitam bersikap tegas untuk menolak fatwa-fatwa yang diberikan oleh baik MUI, maupun kelompok-kelompok konservatif lainnya. Bentuk-bentuk pelarangan dan represi itu juga jika ditelaah juga berpotensi sebagai ekspresi penghinaan terhadap kaum minoritas. Padahal Yoga merupakan salah satu temuan peradaban yang tercanggih, dan diakui kehebatannya oleh berbagai ilmuwan dan filosof dunia. 

Pengkerdilan dan fatwa haram yang menghina tersebut, merupakan upaya degradasi peradaban dunia. Jika fatwa itu dibiarkan saja berjalan, maka peradaban dunia dan kemanusiaan akan merosot dan mundur. Maka kita wajib untuk menolaknya mentah-mentah, dan bahkan memberikan counter balik untuk bisa mementahkannya.

Menyusul himbauan MUI serta potensi serangan-serangan dan tekanan politik oleh kelompok konservatif dan fundamentalis yang lainnya, maka kami selaku pengampu YOGA MERAH HITAM memberikan himbauan agar orang-orang yang hendak berlatih Yoga untuk tetap menjalankan latihan Yoga mereka dan tidak takut terhadap himbauan dari MUI tersebut. Bahkan kinilah saat yang sangat penting bagi kita para praktisi Yoga untuk semakin aktif melaksanakan propaganda tentang pentingnya Yoga kepada seluruh masyarakat dunia.

Aktifitas Yoga yang telah terbukti memiliki efek demikian  positif bagi tubuh, fikiran, dan jiwa patut kita bela dan kita jalankan tanpa rasa takut. Dunia ilmu pengetahuan ilmiah dengan aklamasi menyatakan bahwa Yoga merupakan warisan budaya kuno yang sangat paling sesuai dengan kehidupan masyarakat modern. Pelarangan terhadap Yoga pada akhirnya merupakan penghinaan terhadap nalar berfikir ilmiah yang sehat. 

Dengan menyebarluaskan Yoga, maka kita sedang membangun kembali dunia dari puing-puing keruntuhannya saat ini. Dengan menyebarluaskan Yoga, maka kita sedang menantang fasisme, fundamentalisme, dan konservatifisme di dunia. Dengan menyebarluaskan Yoga, maka kita sedang memperjuangkan akal sehat manusia. Hal itu demi kebaikan kemanusiaan dan keseimbangan alam semesta.

Demikianlah Himbauan ini Saya Ucapkan. 

Senin, 03 November 2008

Update UU Pornografi: Orang-orang kecil menjadi korban

Ini aku kutip dari berita yang dimuat di facebook seorang teman...
Seperti yang sudah aku duga sejak awal, maka korban-korban yang berjatuhan oleh UU Pornografi adalah orang-orang kecil, kaum perempuan, yang tidak memiliki akses pembeleaan hukum yang memadai. Dan hukum dalam UU itu sungguh mengerikan, karena minimal 1,5 tahun. Opo tumon, nari bugil aja hukumannya lebih berat dari maling dan koruptor!!! Benar2 hukum yang tidak adil.

Tiga penari erotis di Tiara Ceria di Kompleks Taman Lokasari Lantai III, Mangga Besar, Jakarta Barat, ditangkap polisi, Sabtu (1/11) pukul 20.00. Mereka adalah tersangka Sut, Atw, dan Syn. Polsek Metro Taman Sari menjerat ketiganya dengan Pasal 82 Undang-Undang Anti Pornografi dan Anti Porno Aksi yang baru saja disahkan. Pasal 82 undang- undang tersebut menyebutkan, ”Setiap orang yang menari erotis atau bergoyang di muka umum sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 Ayat 1, dipidana paling cepat 18 bulan dan paling lama tujuh tahun”. Inilah untuk pertama kalinya aparat hukum menggunakan undang-undang baru tersebut. Demikian disampaikan Kepala Polsek Taman Sari Komisaris Imam Saputra, Minggu (2/11). (WIN)

Sumber: KOMPAS, Senin, 3 November 2008 | 01:09 WIB
http://cetak. kompas.com/ read/xml/ 2008/11/03/ 01093024/ kilas.metro


Hari ini ada lagi berita tentang pengganda kartun porno di Jatim yang ditangkap berdasar UU itu. Ancaman hukumannya pasti juga sama fantastisnya.
Dalam kaitan UU ini, siapa saja kini bisa terancam oleh UU itu. Terkecuali tentu saja memang orang-orang puritan dan konservatif fundamentalis fasis itu. 
Orang2 fasis religius itu pasti sungguh suka. sebentar lagi mungkin akan hadir milisi sipil agamis yang dibentuk di tiap RT untuk memata-matai warganya... siapa saja yang dicurigai berporno ria.
Pasti orang-orang puritan fasis konservatif fundamentalis itu akan berbahagia sekali saat ini. Setapak demi setapak, mereka berhasil menguasai tanah dan air ini, menggesernya dari surga menjadi neraka. Mereka akan menyerat tanah air kita menjadi semakin konservatif, semakin tertutup, semakin ketat normanya.
Jika kita diam saja, maka kita sebenarnya sudah meneken piagam kekalahan kita. Jangan kaget 3 tahun lagi Indonesia akan bisa seperti Malaysia, dimana bakal ada UU yang melarang perempuan berperilaku tomboy. Jangan heran 3 tahun lagi akan ada UU melarang kegiatan berpacaran. Bakal ada UU melarang minuman keras di seluruh Indonesia. Dalam jangka waktu dekat, maka Perda-perda syariah akan segera marak... Dan good bye freedom!!
Jika kita diam saja sekarang, maka kita sudah kalah sejak sekarang.
Maka tidak ada jalan lain selain melawan.

NO PASARAN!!! 

SiteSearch Google

Google